PALU | Sulawesi Tengah –
Festival Film Tengah (FFT) 2025 siap digelar pada 6–10 Agustus di Museum Sulawesi Tengah, Palu. Festival ini menjadi ruang terbuka untuk merayakan film sebagai ekspresi artistik sekaligus alat pertukaran gagasan lintas budaya dan identitas. FFT tidak hanya menampilkan karya film dari Sulawesi Tengah, tetapi juga membuka ruang dialog dengan sineas dari berbagai negara.
Direktur Festival, Mohammad Ifdhal, menegaskan bahwa Festival Film Tengah tidak mewakili identitas administratif tertentu. “Tengah bukan soal letak geografis, tapi tentang keberagaman yang menyatu. Ini adalah ruang untuk bertanya, bereksperimen, dan membuka kemungkinan baru dalam kehidupan maupun perfilman,” ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (2/8/2025).
FFT 2025 merupakan pengembangan dari Festival Film Pelajar 2024. Tahun ini, cakupannya diperluas ke kategori umum dan internasional. Menurut Manajer Festival, Sara, perluasan ini mendorong Festival Film Tengah menjadi ruang bertumbuh bagi ekosistem film di Sulawesi Tengah. “Kami melihat potensi besar dari komunitas film lokal. FFT menjadi ruang strategis untuk memperkuat jejaring dan kapasitas sineas kita,” jelasnya.
Pendaftaran film dibuka sejak 1 Mei hingga 30 Juni, dan diperpanjang hingga 7 Juli 2025. Festival menerima lebih dari 100 karya, termasuk dari negara-negara seperti Meksiko, Arab Saudi, Afrika, dan Taiwan. Namun, film-film luar negeri tersebut tidak masuk dalam program penjurian, melainkan ditayangkan dalam sesi non-kompetisi sebagai sarana pembelajaran dan pertukaran pengalaman dengan sineas Sulawesi Tengah.
Taufiqqurahman Kifu, Direktur Artistik FFT 2025, menjelaskan bahwa kehadiran karya internasional bertujuan memperluas perspektif peserta lokal. “Film-film ini menjadi bahan diskusi dan inspirasi, bukan untuk dinilai, melainkan untuk memperkaya pengalaman sineas daerah,” terangnya.
Sineas dari Sulawesi Tengah sendiri berasal dari berbagai kabupaten, menunjukkan antusiasme yang merata dari daerah-daerah seperti Sigi, Poso, Parigi Moutong, Tolitoli, Morowali, dan Banggai. Dari total 34 film kategori umum, tersisa 6 film hasil kurasi. Sementara itu, dari 14 film pelajar, 4 di antaranya masuk ke dalam program kompetisi.
Materi film yang ditampilkan pun beragam, tidak hanya terbatas pada naratif konvensional. Ada juga dokumenter, video klip eksperimental, hingga film yang lebih mengutamakan eksplorasi artistik. “Kami ingin menunjukkan bahwa film bukan sekadar cerita, tapi juga ruang ekspresi personal yang luas,” tambah Taufiq.
Tiga juri nasional — Lulu Ratna, Qozi Rizal, dan Mansur Zikri — ditunjuk untuk menilai film yang masuk kompetisi. Para pemenang berkesempatan mengikuti program laboratorium perfilman, sebagai bentuk penguatan kapasitas untuk sineas muda dan komunitas.
Selain pemutaran film, FFT 2025 menghadirkan beragam program seperti Ruang Tengah (forum komunitas film), Pitching Film Project, kompetisi pelajar dan umum, serta kolaborasi program Tualang Alteraksi. Seluruh rangkaian acara terbuka dan gratis bagi masyarakat umum.
Festival Film Tengah 2025 diharapkan menjadi wadah sinema yang menjembatani gagasan lintas wilayah, mempertemukan kreator dari berbagai latar, dan mengangkat potensi sinema dari Sulawesi Tengah ke panggung yang lebih luas.(*/od).