PALU | Warta Sulteng –

Indonesia Perwakilan Tengah menempatkan sektor kakao sebagai tumpuan baru dalam mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan di daerah. Potensi ini dinilai belum tergarap optimal meski Sulawesi Tengah memiliki lebih dari 300 ribu hektare lahan kakao dan menghasilkan sekitar 145 ribu ton setiap tahun.

Perwakilan BI Sulawesi Tengah, Rony Hartawan, mengungkapkan hal ini dalam Forum Group Discussion bertema “Akselerasi Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan melalui Pengembangan Kakao Sulawesi Tengah” yang digelar di Sriti Convention Hall, Palu, Senin (4/8).

Menurut Rony, kontribusi sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan kakao, terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Tengah masih sangat kecil. Dari total pertumbuhan ekonomi provinsi ini, sektor manufaktur nikel menyumbang 5,61 persen, 0,88 persen, sementara pertanian hanya menyumbang 0,91 persen.

“Padahal potensi kita sangat besar. Namun, sekitar 65 persen tanaman kakao di Sulteng sudah berusia lebih dari 25 tahun. Artinya, kita butuh replanting atau peremajaan secara besar-besaran,” tegas Rony.

Ia menambahkan, perdagangan kakao dunia saat ini telah mencapai Rp162 triliun, dengan tren harga yang terus meningkat hingga menyentuh USD 8.172 per ton pada 2024. Kondisi ini seharusnya menjadi momentum penting bagi Sulawesi Tengah untuk memperkuat rantai pasok dan mendorong hilirisasi produk kakao lokal.

Rony menyoroti berbagai persoalan di tingkat hulu, seperti minimnya hidrasi tanaman, kurangnya bibit unggul, hingga belum adanya standarisasi kualitas. Menurutnya, perbaikan harus dimulai dari sisi produksi sebelum masuk ke tahapan pengolahan dan .

“Hilirisasi juga penting. Jangan hanya menjual biji kakao. Kita harus mendorong produk olahan yang punya nilai tambah,” ujar Rony.

Ia bahkan mengusulkan inovasi budaya konsumsi baru dengan menghadirkan Warok atau Komoditas Kakao sebagai alternatif dari warung kopi. “Selama ini warung kopi jadi budaya. Kenapa tidak kita dorong budaya baru minum cokelat dari produk lokal?” tambahnya.

Rony menutup dengan ajakan agar forum diskusi ini tidak berhenti pada pertukaran gagasan, tapi juga melahirkan langkah kolaboratif lintas sektor—mulai dari , , pelaku industri, hingga lembaga —guna mendorong kebangkitan industri kakao Sulawesi Tengah secara menyeluruh.*