PALU, Wartasulteng.com —

Perwakilan Rakyat Daerah () Provinsi Tengah menerima massa aksi demontrasi dari Forum Mahasiswa Peduli Sulawesi Tengah (FMTST) yang mendorong daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program Reforma Agraria serta meninjau ulang keberadaan perusahaan-perusahaan (PT) yang terlibat dalam konflik lahan dengan .

Langkah ini diambil menyusul masih maraknya sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan dan pertambangan di beberapa wilayah kabupaten, seperti , Banggai, Parigi Moutong, dan Tolitoli. DPRD Provinsi Sulawesi Tengah menegaskan bahwa semangat reforma agraria harus benar-benar berpihak pada rakyat kecil dan bukan hanya sebatas kebijakan administratif.

“Reforma agraria bukan sekadar redistribusi tanah, tetapi juga memastikan keadilan sosial dan kepastian hukum bagi masyarakat. Pemerintah daerah harus hadir menyelesaikan konflik, bukan membiarkan ketimpangan terus terjadi,” ujar Wakil Ketua III, H. Zainal Abidin Ishak.

DPRD juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap izin usaha perusahaan yang terindikasi melanggar batas konsesi, melakukan perambahan hutan, atau mengabaikan hak-hak masyarakat adat. DPRD yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan menyatakan siap memanggil pihak-pihak terkait untuk mendapatkan penjelasan langsung, termasuk dari dinas teknis dan perusahaan bersangkutan.

“Kami akan mendorong pembentukan terpadu antara pemerintah daerah, DPRD, BPN, dan aparat penegak hukum untuk menertibkan penguasaan tanah yang tidak sesuai aturan. Perusahaan yang tidak mematuhi prinsip tata kelola yang baik harus dievaluasi izinnya,” tegas H. Zainal Abidin Ishak.

Selain itu, DPRD juga meminta agar pemerintah mempercepat pendataan tanah-tanah hasil reforma agraria, memastikan status kepemilikan jelas, serta memberikan pendampingan bagi masyarakat penerima lahan agar dapat memanfaatkannya secara produktif dan berkelanjutan.

DPRD menilai bahwa pelaksanaan reforma agraria yang terintegrasi dengan program pemberdayaan ekonomi rakyat akan menjadi kunci dalam menekan ketimpangan sosial dan meningkatkan masyarakat di pedesaan.

“Kami berharap hasil evaluasi ini tidak berhenti di atas kertas. Jika ada perusahaan yang terbukti melanggar, harus ada tindakan nyata, termasuk pencabutan izin. Ini bagian dari komitmen kita untuk mewujudkan keadilan agraria di Sulawesi Tengah,” pungkasnya.