PALU | Warta

Kebuntuan implementasi Undang-Undang Nomor 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan di mulai menemukan titik terang.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah memastikan pembentukan (Pergub) tentang Penyelenggaraan Kebudayaan akan menjadi program prioritas pada triwulan pertama tahun 2026.

Langkah ini menjadi solusi atas belum tuntasnya aturan turunan Perda Nomor 8 Tahun 2021, yang selama ini menghambat dukungan bagi pelaku seni dan kegiatan kebudayaan di .

Asisten Setdaprov Sulteng Rudi Dewanto menegaskan, Pemprov berkomitmen menuntaskan Pergub ini sebagai wujud keseriusan daerah melaksanakan amanat undang-undang.

“Pembentukan Pergub ini merupakan tindak lanjut wajib dari UU Nomor 5 Tahun 2017. Nantinya, Pergub menjadi payung hukum untuk pembinaan, fasilitasi, dan cagar budaya hingga museum di Sulteng,” ujar Rudi.

Dukungan juga datang dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Produk Hukum Daerah Imelda Sormin mengatakan, Kemendagri mendorong agar Pergub segera ditetapkan dan disusun secara partisipatif.

“Regulasi teknis di daerah penting agar UU Pemajuan Kebudayaan tidak berhenti di level Perda saja. Proses penyusunannya harus melibatkan pegiat seni dan akademisi,” tegasnya.

Selain regulasi, Pemprov Sulteng juga menyiapkan langkah konkret berupa fasilitasi iuran jaminan bagi seni melalui kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Seniman, sekaligus pelaku budaya Sulawesi Tengah, Umaryadi Tangkilisan menyambut baik langkah tersebut.
“Kami berharap Pergub ini bukan sekadar administratif, tapi juga menciptakan ekosistem seni yang kuat. Dukungan sosial dan finansial sangat dibutuhkan agar seniman bisa fokus berkarya,” ujarnya.

Sementara itu, Yahdi Basma, Penasehat PAPPRI Sulteng, menilai penerbitan Pergub perlu mengakomodasi hak-hak dasar pekerja seni, termasuk jaminan sosial dan hak cipta karya.

“Pemajuan kebudayaan adalah hak konstitusional warga negara. Pergub harus menjamin perlindungan terhadap pekerja seni dan pemerhati budaya,” tegasnya.

Diskusi tentang rancangan Pergub tersebut digelar di Kafe Ondewei, Palu, pada Jumat (7/11/), melibatkan seniman, akademisi, dan pemerhati budaya. **