WARTA SULTENG, PALU – Aktivitas tambang emas ilegal (PETI) di Sulawesi Tengah, termasuk Kota Palu, telah memicu beragam masalah serius.
Dari kecelakaan, kriminalitas, hingga kerusakan lingkungan, semua terhubung erat dengan penggunaan bahan kimia berbahaya dan kerugian negara. Ironisnya, banyak pihak berebut keuntungan di lahan yang tidak sah ini.
Menurut data wartawan, aktivitas PETI tersebar di beberapa daerah, termasuk Kayuboko, Buranga (Kabupaten Parigi Moutong), Kabupaten Buol, hingga wilayah kontrak karya PT Citra Palu Minerals (CPM) di Poboya dan Tondo, Kota Palu.
Di lahan kontrak PT CPM, ada sekitar 10 pemilik lahan PETI dengan 13 lubang tambang, mempekerjakan lebih dari 100 orang. Ada pula tambang pribadi dengan 60 pekerja, serta kelompok lain yang terdiri dari 9 pemilik dan 50 pekerja.
Deputi Direktur Walhi Sulteng, Dedy Askari, menyebut adanya aliran uang besar di lokasi-lokasi PETI ini. Pejabat pemerintah dan aparat hukum yang terlibat langsung dengan aktivitas ini menjadikannya sebagai “lahan basah”. Menurutnya, perebutan rente menjadi fenomena umum di area tambang ilegal tersebut.
“Semua orang berebut masuk dalam ruang abu-abu ini, mulai dari pemodal, pemilik alat, hingga pemilik lahan,” ungkap Dedi. Dia menambahkan bahwa pejabat dan aparat hukum seakan tak berdaya menghentikan kegiatan ilegal ini, yang justru melibatkan mereka sendiri.
Dedi juga menyoroti aparat penegak hukum (APH) yang terkesan membiarkan aktivitas ilegal ini. Banyak warga yang terlibat hanya untuk menyambung hidup, namun di balik itu terdapat pengelolaan skala besar dengan modal besar dan alat berat. Dedi menegaskan bahwa meski lokasi berizin, aktivitas yang terjadi di sana tetap ilegal.
Ia mendesak semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan perusahaan, untuk menjalankan tugas mereka dengan benar.
“Jangan lagi melakukan praktik-praktik tercela demi meraih keuntungan lebih besar,” tegasnya. Dedi juga berharap agar APH tegas dalam menjalankan fungsinya, tanpa terpengaruh oleh tekanan politik atau modal besar.
Kesan ketidakberdayaan aparat hukum semakin terlihat ketika wartawan mencoba menggali informasi terkait siapa saja yang terlibat dalam aktivitas PETI di Poboya dan Vatutela. Berbagai pejabat kepolisian seolah menghindar untuk memberikan data, dengan alasan belum ada penindakan hukum. Hingga kini, Polresta Palu hanya melakukan langkah-langkah preventif seperti patroli dan sosialisasi, tanpa tindakan tegas. **
Tulisan ini adalah bagian dari program kolaborasi jurnalis Kota Palu dalam Komunitas Roemah Jurnalis.