PALU, WARTA SULTENG – Provinsi mencatat sejarah baru dalam upaya penyelesaian agraria di Indonesia dengan menggelar Penyusunan Peta Jalan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA). Acara yang berlangsung di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah ini dihadiri langsung oleh Wakil Menteri Hak Asasi Manusia RI, Mugiyanto, dan melibatkan berbagai unsur penting dari pemerintah pusat dan daerah.

Lokakarya ini menjadi langkah konkret Provinsi Sulteng dalam menanggapi maraknya konflik agraria akibat laju dan . Gubernur Anwar Hafid menyampaikan bahwa Satgas PKA adalah perangkat vital dalam merancang kebijakan berbasis keadilan. “Konflik agraria adalah isu sensitif yang menyangkut hidup masyarakat. Kita harus hadir dengan solusi, bukan kekuasaan,” katanya.

Komisioner Komnas RI, Saurlin Siagian, menilai pembentukan Satgas ini sebagai langkah progresif dan menjadi yang pertama di Indonesia. Ia mengingatkan pentingnya koreksi terhadap kebijakan masa lalu yang tidak adil, serta perlunya kolaborasi antar-lembaga untuk menghasilkan data akurat yang menjadi dasar pemulihan konflik.

Wamenham Mugiyanto menggarisbawahi pendekatan humanis dalam penyelesaian konflik. “Konflik agraria tidak bisa diselesaikan dengan pentungan dan kriminalisasi. Solusinya adalah dialog, partisipasi masyarakat, dan penghormatan terhadap HAM,” tegasnya.

Ia juga mengapresiasi konsistensi Sulteng dalam memprioritaskan isu HAM sejak era Gubernur Rusdy Mastura hingga kini. Wamenham berharap Satgas PKA menjadi pionir yang memicu lahirnya Satgas serupa di seluruh Indonesia.

Kepala Kemenkumham Sulteng, Rakhmat Renaldy, menambahkan bahwa pihaknya akan terus mendukung dari sisi hukum dan advokasi. “Kami ingin hukum hadir sebagai , bukan justru memperkeruh konflik,” ungkapnya.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sulawesi Tengah, Bagus Kurniawan, turut menyampaikan dukungannya terhadap langkah progresif ini. Ia menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria harus melibatkan semua unsur, termasuk institusi pemasyarakatan yang berada di wilayah-wilayah rawan konflik.

Penandatanganan Nota Kesepahaman serta diskusi panel menjadi penutup acara, dengan hasil berupa rumusan awal peta jalan penyelesaian konflik agraria yang mengedepankan prinsip keadilan dan hak asasi manusia.