PT Pertamina Patra Niaga mengimbau masyarakat agar waspada terhadap berbagai informasi palsu atau hoaks yang beredar di media sosial terkait bahan bakar minyak (BBM) dan layanan SPBU.
Perusahaan menegaskan, maraknya disinformasi tersebut bukan hanya menyesatkan publik, tetapi juga mencoreng nama baik Pertamina sebagai BUMN dan pemerintah yang tengah berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, mengatakan pihaknya menemukan sejumlah hoaks yang sengaja disebarkan pihak tidak bertanggung jawab, seperti hasil pengujian RON BBM menggunakan alat portabel, isu pembatasan pengisian BBM, hingga video lama yang dikaitkan dengan kebijakan baru Pertamina.
“Penyebaran disinformasi ini sangat disayangkan karena dapat menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujarnya, Senin (6/10/2025).
Pertamina menegaskan, pengujian angka oktan BBM hanya dapat dilakukan dengan mesin Cooperative Fuel Research (CFR) Engine sesuai standar internasional ASTM D2699.
Metode portabel seperti Oktis-2 tidak valid karena hanya mengukur sifat dielektrik bahan bakar, bukan angka oktan sebenarnya. Hasil pengujian alat semacam itu pun tidak akurat dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Roberth juga meluruskan kabar pembatasan pengisian BBM hingga tujuh hari untuk mobil dan empat hari untuk motor yang beredar di media sosial.
“Itu tidak benar. Penyaluran BBM, termasuk BBM subsidi, tetap berjalan normal sesuai ketentuan pemerintah agar lebih tepat sasaran,” tegasnya.
Selain itu, video kebakaran SPBU yang dikaitkan dengan kebijakan pembatasan BBM ternyata merupakan insiden lama di Aceh pada 2024.
Begitu pula video viral di Lumajang yang disebut sebagai aksi warga menggeruduk SPBU, padahal kejadian sebenarnya adalah keributan kecil saat warga berteduh di area SPBU yang sudah tutup karena hujan deras saat karnaval berlangsung.
Roberth menegaskan, masyarakat sebaiknya tidak mudah percaya pada informasi yang tidak bersumber dari kanal resmi. “Masyarakat perlu mewaspadai hoaks seperti pembatasan pembelian BBM, pengujian tidak resmi, maupun rekrutmen fiktif yang mengatasnamakan Pertamina,” ujarnya.**