WARTA , – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) mengembalikan berkas penyidikan dua () yang terlibat dalam kasus pertambangan ilegal di Kota Palu.

“Berkas penyidikan telah dikembalikan ke penyidik Polda Sulteng,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng, La Ode Abdul Sofian, di kutip dari laman diksi.net, di Palu, Senin (9/9/).

La Ode tidak menjelaskan secara rinci kapan berkas itu dikembalikan, namun ia menegaskan hingga kini Polda Sulteng belum mengirim ulang berkas yang dinyatakan belum lengkap. “Hingga saat ini penyidik belum mengirim kembali berkas penyidikan,” tambahnya.

Sebelumnya, penyidik Direktorat Reserse Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulteng menyatakan akan menyampaikan perkembangan kasus melalui . Namun, Kasubdit Penerangan Humas Polda Sulteng, AKBP Sugeng Lestari, menyebutkan bahwa pihaknya belum menerima laporan terbaru terkait kasus tersebut.

“Kami belum mendapatkan informasi terkait perkembangan kasus itu,” ujar Sugeng.

Bareskrim Polri Siap Tindak Pelaku Pertambangan Ilegal

Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Wahyu Widada, menegaskan pihaknya siap menindak tegas WNA yang terlibat dalam pertambangan ilegal. “Kalau ada pelanggaran, kita tindak,” ujar Wahyu di Kompleks Parlemen, Senayan, , Selasa (9/9/2024).

Pernyataan tersebut disampaikan Wahyu menanggapi perkembangan kasus dua WNA asal yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pertambangan ilegal di Kota Palu.

Kedua WNA, inisial LJ (62) dan ZX (62), ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulteng pada 4 Juni 2024. Mereka diduga masuk ke Indonesia dengan visa kunjungan namun terlibat dalam kegiatan pertambangan ilegal di wilayah konsesi PT Citra Palu Mineral (CPM) menggunakan metode perendaman.

Barang bukti yang disita polisi antara lain tiga unit alat berat excavator, 20 tong plastik, empat mesin alkon, serta beberapa bahan kimia berbahaya. Total kerugian negara akibat aktivitas ilegal ini diperkirakan mencapai Rp11 miliar.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 158 dan 161 UU RI No. 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp100 miliar. (diksi.net)