PT Bank Sulteng dipastikan tetap berstatus sebagai bank umum setelah berhasil memenuhi ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2024 mengenai konsolidasi bank umum, yang mewajibkan seluruh bank memiliki modal inti minimal Rp3 triliun.
Hal ini dimungkinkan berkat keikutsertaan Bank Sulteng dalam Kelompok Usaha Bank (KUB) Mega Corpora, yang juga menaungi Bank Mega, Bank Mega Syariah, Allo Bank, dan Bank Sulut. KUB ini dibentuk sebagai solusi agar Bank Sulteng tidak terdegradasi menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) karena tidak memenuhi batas minimum modal.
Direktur Kepatuhan PT Bank Sulteng, Yudy Koagow, menjelaskan bahwa Mega Corpora telah menyatakan komitmennya sebagai penjamin pemenuhan modal inti sesuai ketentuan POJK 12. “Pemenuhan modal akan dilakukan secara bertahap oleh pemegang saham, yang terdiri dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, kabupaten, dan kota. Mega Corpora bertindak sebagai penjamin, sesuai mekanisme yang diatur dalam POJK,” ujar Yudy kepada media pada Rabu, 7 Mei 2025.
Tak hanya menjamin pemenuhan modal, Mega Corpora juga memberikan jaminan likuiditas dan garansi penuh terhadap potensi kerugian yang mungkin terjadi di PT Bank Sulteng. “Modal dijamin oleh Mega Corpora, dan jika terjadi kerugian pun akan digaransi sepenuhnya,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari komitmen penjaminan, Mega Corpora berhak menempatkan satu dari empat komisaris di Bank Sulteng serta satu direktur kepatuhan. Jika nilai aset Bank Sulteng mencapai Rp20 triliun, maka akan ditambahkan satu direktur keuangan.
Meski demikian, kepemilikan saham oleh Mega Corpora di PT Bank Sulteng tetap dibatasi sebesar 26 persen, sementara saham mayoritas masih dipegang oleh Gubernur Sulawesi Tengah dengan porsi 31 persen.
Yudy juga menambahkan bahwa skema KUB akan berakhir ketika Bank Sulteng telah mencapai modal inti Rp3 triliun secara mandiri. “KUB hanya berlaku selama proses pemenuhan modal. Bila target tercapai, maka berakhir,” pungkasnya.