POSO | Warta Sulteng –
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mendorong Festival Tampolore menjadi sarana promosi wisata megalit di Lembah Behoa hingga ke tingkat dunia.
Pesan ini disampaikan Gubernur Anwar Hafid melalui Kepala Dinas Kebudayaan Sulteng, Andi Kamalemba, saat membuka Festival Tampolore IV di Situs Megalit Pokekea, Desa Hanggira, Lore Tengah, Jumat, (27/6).
Andi menegaskan bahwa festival ini bukan sekadar pertunjukan budaya, melainkan wujud komitmen nyata dalam memperkenalkan potensi budaya dan pariwisata Poso ke panggung nasional dan internasional.
Ia menyebut megalit Lembah Behoa memiliki nilai tinggi yang perlu terus didorong sebagai tujuan wisata unggulan.
“Megalit di Lembah Behoa yang sudah dikenal luas tetap perlu didorong menjadi tujuan wisata bernilai tinggi. Dengan begitu, akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat,” ujar Andi.
Ia juga menekankan pentingnya keberlanjutan festival agar memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sejalan dengan program unggulan Pemprov Sulteng, yakni 9 Berani.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Poso, Yusak Mentara, yang hadir mewakili Bupati Poso, menyampaikan apresiasi atas konsistensi penyelenggaraan festival oleh Relawan Orang dan Alam (RoA) selama empat tahun terakhir. Menurutnya, kehadiran RoA menunjukkan komitmen dalam mempromosikan budaya dan pariwisata Poso ke tingkat lebih luas.
“Festival Tampolore merupakan manifestasi jati diri masyarakat Tampolore yang mengedepankan dua kekuatan utama, yaitu budaya dan alam,” ujar Yusak.
Perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan, Muhammad Tan, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga warisan budaya di Lembah Behoa. Ia menyebut saat ini pihaknya sedang mengupayakan pengakuan tradisi tua di wilayah itu sebagai warisan budaya dunia.
“Ini membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, aktivis, masyarakat adat, hingga masyarakat luas,” kata Tan.
Ketua Panitia Festival, Rexy, melaporkan festival akan berlangsung hingga 29 Juni 2025 dengan beragam kegiatan, seperti lomba musik bambu, parade pangan lokal, pameran kerajinan, diskusi film, hingga jelajah megalit.
“Tema festival tahun ini adalah Harmonisasi Budaya dan Alam, sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan” jelasnya.