PALU, Warta Sulteng –

Pemerintah Tengah di bawah kepemimpinan Gubernur mengambil kebijakan progresif dengan melarang praktik seremoni di jenjang PAUD dan SD. Instruksi ini merupakan wujud nyata komitmen untuk menjadikan sebagai hak semua anak, bukan beban bagi orang tua.

Melalui surat resmi yang dikirimkan kepada seluruh kepala daerah di , Gubernur Anwar Hafid merespons Surat Edaran Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang mengimbau penghapusan praktik seremoni berbiaya tinggi di lingkungan sekolah dasar.

“Sudah saatnya kita hentikan budaya seremoni yang lebih menonjolkan kemewahan daripada esensi pendidikan. Kita harus kembali pada prinsip kesederhanaan dan pendidikan yang memerdekakan,” ujar Anwar Hafid dalam pernyataannya.

Ia menambahkan bahwa kegiatan akhir yang bersifat edukatif dan kreatif lebih relevan dalam membangun karakter siswa dibanding sekadar wisuda yang hanya menjadi ajang formalitas. Misalnya, kegiatan karya seni, hasil belajar, atau permainan edukatif bisa menjadi alternatif yang bermanfaat.

Tak kalah penting, Gubernur menekankan peran aktif komite sekolah dalam memastikan bahwa segala bentuk pungutan dari orang tua tidak dilakukan secara sepihak. dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan harus dijaga agar kepercayaan publik tetap terpelihara.

Kebijakan ini disambut baik oleh orang tua siswa, terutama di daerah-daerah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Banyak yang merasa terbebani oleh biaya wisuda, yang bisa mencapai ratusan ribu bahkan jutaan rupiah untuk hal-hal seperti kostum, sewa gedung, hingga jasa fotografi.

Kebijakan Anwar Hafid dinilai selaras dengan semangat pendidikan nasional, di mana esensi pembelajaran jauh lebih penting daripada ritual-ritual mahal yang tidak berdampak langsung pada tumbuh kembang anak.