PALU | Warta Sulteng –

Upaya menjaga keanekaragaman hayati dan menghadapi krisis iklim di mendapat dorongan baru. Hans Ludwig Bruns, Country Director GIZ Indonesia dan , melakukan penanaman cendana di Taman Hutan Raya (Tahura) Kapopo, , Sabtu lalu, (7/6/2025).

Penanaman ini menandai dimulainya Arboretum Tahura Kapopo, yang akan menjadi pusat konservasi, edukasi, dan wisata alam. Arboretum seluas dua hektar itu akan ditanami cendana (Santalum album), spesies yang kian langka namun memiliki nilai ekologis, budaya, dan ekonomi tinggi.

“Cendana adalah simbol keberlanjutan. Penanaman ini bukan hanya soal pohon, tapi tentang menanam harapan bagi generasi yang akan datang,” ujar Urib, Koordinator Program dari Relawan untuk Orang dan Alam (ROA), salah satu mitra lokal dalam proyek ini.

Penurunan populasi cendana dan tekanan terhadap ekosistem hutan membuat langkah ini semakin relevan. Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah, Muhammad Neng, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menjawab tantangan pengelolaan hutan lestari.

“Untuk menjaga fungsi ekologis Tahura Kapopo, dibutuhkan keterlibatan aktif dari semua pihak—pemerintah, swasta, akademisi, media, dan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Neng, dukungan dari GIZ melalui program Forclime dan SOLUSI tidak hanya berupa penanaman pohon, tapi juga penguatan SDM, penyusunan perencanaan strategis jangka panjang, serta pengembangan kemitraan antara UPT Tahura dan komunitas lokal.

“Ini bagian dari upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar,” tambahnya.

Lebih dari sekadar ruang hijau, Arboretum Tahura Kapopo dirancang menjadi laboratorium alam terbuka. Di dalamnya akan dikembangkan koleksi tanaman endemik Sulawesi, yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pendidikan lingkungan, serta destinasi wisata berbasis konservasi.

“Dengan menghadirkan arboretum, kita membangun antara ilmu pengetahuan, budaya lokal, dan konservasi,” kata Edy Sitorus, Kepala Tahura Kapopo.

Kegiatan kick-off ini juga diisi dengan dialog interaktif warga penyangga hutan, membahas peran komunitas dalam pelestarian lingkungan. Hadir pula sejumlah tokoh penting dari GIZ Indonesia seperti Florian Moder (Koordinator Kluster Resilient Nature), Yuliana Wulan (Program Manager SOLUSI), dan Jonas Dallinger (Implementation Manager SASCI+), serta para Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dari berbagai wilayah di Sulteng

Langkah awal ini mungkin terlihat kecil—hanya menanam beberapa pohon cendana. Namun di tengah bayang-bayang krisis iklim, deforestasi, dan hilangnya spesies endemik, aksi ini menjadi pernyataan jelas: lingkungan tidak bisa ditunda.

Dari lereng Kapopo yang hijau, pesan kuat mengalir: konservasi bukan beban, melainkan investasi untuk masa depan yang berkelanjutan.**