DIY, Warta Sulteng –
Publik dibuat heran dengan pemberitaan terbaru seputar penangkapan pelaku judi online oleh Polda DIY. Bukan karena keberhasilan aparat membongkar jaringan kejahatan digital, tapi karena satu kalimat dalam laporan media: “Bandar besar mengalami kerugian akibat pelaku.”
Kalimat ini langsung memicu gelombang kritik. Netizen mempertanyakan logikanya: sejak kapan bandar judi jadi korban dalam perkara perjudian? “Jangan-jangan penegakan hukumnya sudah salah arah. Kok malah kasihan sama bandarnya?” ujar seorang pengguna X (Twitter).
Belum ada klarifikasi resmi dari pihak kepolisian mengenai siapa yang melaporkan pelaku. Namun spekulasi terus berkembang: bisa jadi laporan ini justru datang dari pihak bandar yang merasa “dirugikan” secara bisnis, alih-alih dari masyarakat atau korban sebenarnya.
“Kalau benar yang melapor itu bandarnya, ini lebih mirip cerita mafia yang lapor ke polisi karena anak buahnya selingkuh dalam bagi hasil,” ujar seorang pakar hukum pidana dari UGM.
Kondisi ini menunjukkan kekhawatiran lebih luas soal arah penegakan hukum di Indonesia, khususnya terkait kejahatan siber dan judi online. Banyak pihak mendesak agar penanganan kasus tidak berhenti di aktor level bawah, tetapi menargetkan struktur utama—termasuk bandar besar dan jaringan pencucian uang di baliknya.