, Warta Sulteng –

, melalui antara Perumahan Rakyat dan Kementerian Komunikasi dan (Komdigi), berencana menyalurkan 1.000 rumah subsidi dan layak huni untuk jurnalis mulai 6 Mei 2025.

Program ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Komunikasi dan Digital, BPS, Tapera, dan BTN, dengan menggunakan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).

FLPP ini sebenarnya bisa diakses oleh siapa saja, negara yang memenuhi persyaratan. Di antaranya, belum memiliki rumah, memiliki penghasilan maksimal Rp7 juta (lajang) atau Rp8 juta (berkeluarga). Bunganya ditetapkan sebesar 5% fix dan uang muka 1% dari harga rumah.

Meskipun Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa program ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan jurnalis dan bukan alat politik atau upaya meredam kritik, jurnalis tetap mendapatkan keistimewaan atau jalur khusus untuk memperoleh program kredit rumah ini. Padahal, program ini tidak ada hubungannya dengan tugas pers atau jurnalistik.

Memberi jalur khusus kepada jurnalis untuk mendapatkan program rumah bersubsidi akan memberi kesan buruk pada profesi jurnalis, seolah-olah patut diistimewakan. Sementara profesi lain harus memperebutkan program rumah bersubsidi ini lewat jalur normal.

“Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi, tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apa pun profesinya,” kata Reno Esnir, Ketua Umum .

Sementara itu, Ketua Umum , Nany Afrida, pun mendorong rencana tersebut dibatalkan.

“Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi. Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank.”

Jurnalis sebagai warga negara memang membutuhkan rumah. Namun, tidak hanya jurnalis, melainkan semua warga negara, apa pun profesinya, membutuhkan rumah.

Karena itu, persyaratan kredit rumah harus berlaku untuk semua warga negara tanpa harus membedakan profesinya.

“Pemerintah mesti fokus bagaimana persyaratan kredit rumah terjangkau semua lapisan masyarakat,” kata Ketua Umum , Herik Kurniawan. **