PALU, WARTA SULTENG –
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu merilis catatan akhir tahun yang mencatat enam kasus pelanggaran terhadap kebebasan pers di Sulawesi Tengah sepanjang 2024.
Peristiwa tersebut mencakup intimidasi, pelecehan, hingga pemanggilan yang dianggap mencederai kerja-kerja jurnalistik.
Menurut Nurdiansyah, Koordinator Divisi Advokasi AJI Palu, kasus-kasus ini menunjukkan masih rendahnya penghormatan terhadap fungsi jurnalis sebagai penyedia informasi dan pengemban fungsi kontrol sosial.
“Setiap tindakan kekerasan terhadap jurnalis adalah serangan terhadap hak publik untuk mendapatkan informasi. Kami mendesak semua pihak menghormati tugas jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya.
Salah satu kasus terjadi pada 1 Februari 2024 di Kabupaten Tolitoli. Gideon Siswadi Horomang, jurnalis Bidik Sulteng, mengalami intimidasi oleh seorang orator massa saat meliput sidang tindak pidana asusila.
Orator bernama Malompu menggunakan pengeras suara untuk melarang wartawan meliput, menyampaikan ancaman verbal yang meresahkan. Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Tolitoli, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.
Pada 27 Februari 2024, intimidasi juga dialami Dulla, jurnalis Mercusuar, oleh Kepala Satpol PP Kabupaten Banggai Laut. Dulla diteriaki dengan nada keras di kantor Satpol PP karena pemberitaan yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan Kasatpol PP. Kasus ini tidak dilaporkan lebih lanjut.
Kasus lain terjadi pada 30 Mei 2024 di Kabupaten Banggai, di mana Helmi Liana, jurnalis Metroluwuk.net, dibuntuti dan diintimidasi oleh dua oknum TNI setelah memberitakan dugaan pungutan liar di SPBU. Meski berakhir dengan permintaan maaf, kasus ini meninggalkan trauma mendalam bagi korban.
Pelecehan verbal juga dialami Syamsudin Tobone dari SCTV pada 17 Juli 2024 di Palu. Ia ditolak wawancara oleh Kombes Dodi Darjanto karena menggunakan ponsel merek China. Setelah mendapat kecaman dari organisasi jurnalis, Dodi meminta maaf secara terbuka dan dimutasi dari jabatannya.
Halima Charoline, jurnalis Media Alkhairaat, menghadapi intimidasi saat meliput di Lapangan Vatulemo, Palu, pada 6 Oktober 2024. Seorang perempuan dan kerabatnya yang merasa tidak puas dengan pemberitaan Halima memojokkan dirinya secara verbal. Insiden ini juga melibatkan oknum TNI yang memaksa korban menghapus rekaman.
Kasus terakhir adalah pemanggilan jurnalis Media Alkhairaat sebagai saksi dalam perkara pencemaran nama baik pada 1 September 2024. Pemanggilan ini dianggap melanggar prinsip independensi pers.
AJI Palu menyerukan agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas setiap kasus kekerasan terhadap jurnalis dan mendorong solidaritas di kalangan pekerja media.
“Kami akan terus memberikan pendampingan hukum bagi korban dan mengingatkan jurnalis untuk memprioritaskan keselamatan saat bekerja,” ujar Nurdiansyah.
Kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga. AJI Palu menegaskan, setiap pelanggaran terhadap jurnalis adalah pelanggaran terhadap demokrasi itu sendiri. **