WARTA SULTENG, PALU – Puluhan massa dari Aliansi Jurnalis Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, karena dianggap mengancam kebebasan pers.Aksi tersebut berlangsung di Tugu Nol Kilometer Jalan Hasanudin, Kota Palu, pada Jumat (24/5).
Para jurnalis yang tergabung dalam berbagai organisasi profesi seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng, hadir dengan membawa poster dan spanduk berisi penolakan terhadap revisi UU Penyiaran.
Koordinator lapangan Aliansi Jurnalis Sulteng, Andi Saiful, menjelaskan bahwa draf revisi UU Penyiaran yang diajukan Badan Legislasi (Baleg) pada 27 Maret 2024 memperluas definisi penyiaran dengan mencakup teknologi digital seperti internet, yang sebelumnya tidak termasuk dalam UU Penyiaran 2002.
“Ini menambah subjek hukum baru, yaitu ‘Platform digital penyiaran', yang berpotensi mengancam kebebasan pers dan berekspresi di platform digital,” ujar Andi.
Selain itu, Pasal 50B ayat 2(c) dalam revisi tersebut melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, yang bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pers yang menjamin kemerdekaan pers tanpa penyensoran.
“Larangan tersebut jelas menyasar kerja-kerja jurnalisme investigasi, baik di media arus utama maupun di platform digital, sehingga membungkam kemerdekaan pers,” tambah Andi.
AJI Palu, PFI Palu, IJTI Sulteng, dan AMSI Sulteng dengan tegas menolak draf revisi UU Penyiaran Maret 2024 dan meminta DPR menangguhkan pembahasannya hingga periode mendatang.
Orator lain dalam aksi tersebut menyatakan bahwa rencana DPR RI untuk kembali membahas RUU Penyiaran adalah kemunduran bagi demokrasi.
“Jurnalis adalah bagian dari pilar demokrasi di negeri ini. Pembahasan kembali RUU Penyiaran nyata mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi,” tegas orator tersebut.
Aksi ini juga dihadiri oleh sejumlah aktivis masyarakat sipil, podcaster, dan konten kreator lainnya sebagai bentuk solidaritas penolakan terhadap RUU Penyiaran. (*/od)