WARTA SULTENG, POSO – Lima band asal Poso meluncurkan album kolaborasi berjudul “Satuara” dalam acara Kemping Padusatu di Hutan Pinus Panorama Tentena, Sabtu, 10 Agustus 2024. Seratusan penonton antusias menanti penampilan band meski suhu mulai menurun pada pukul 22:00 WITA.
Album yang dikerjakan selama hampir empat bulan ini berisi lima lagu yang menggambarkan toleransi, budaya, dan persaudaraan di Poso. Mereka juga menyelipkan pesan tentang ancaman kerusakan alam dan intoleransi yang perlu diantisipasi, terutama oleh kaum muda.
Band yang terlibat dalam proyek ini adalah Borgol, NFLY, YET, Guritan Kabudul, dan Stonehead. Kelima band ini mencerminkan keragaman bukan hanya dalam genre musik, tetapi juga latar belakang para personelnya.
NFLY membuka penampilan dengan lagu “Persepsi,” diikuti YET dengan “Coside,” Stonehead dengan “Anisoptera,” dan Guritan Kabudul dengan “Sampuraga.” Dalam penampilan hampir satu jam, kelima band ini menampilkan kekhasan masing-masing di depan penonton.
Saiful Dunda, anggota komunitas Kurang Kreatif yang menggagas album ini, menyatakan bahwa kolaborasi ini adalah cara mereka menyatukan suara untuk menyampaikan kondisi Poso yang sebenarnya kepada khalayak luas. Menurutnya, beragam genre di album ini memperluas jangkauan pendengar.
Ichad, salah satu musisi NFLY, mengungkapkan bahwa musisi sering mendapat pertanyaan tentang kondisi keamanan di Poso. Menurutnya, album ini adalah salah satu cara untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Poso kini aman untuk dikunjungi tanpa rasa khawatir.
Eki Salua, penyanyi hip hop dengan nama panggung Stonehead, menyoroti ancaman kerusakan lingkungan melalui lagu “Anisoptera,” yang menggambarkan pentingnya capung dalam ekosistem bumi. Iksan, vokalis YET, melalui lagu “Cocide,” mengingatkan bahwa perusakan alam secara sengaja akan membawa bencana bagi manusia.
Lagu “Tamak” dari Borgol mengkritisi kolaborasi kapitalisme dan intelektual yang hanya mementingkan uang, yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan dan konflik. Sementara itu, Guritan Kabudul melalui lagu “Sampuraga” mengangkat kisah trauma konflik masa lalu di Poso.
Saiful Dunda menambahkan bahwa lima lagu di album “Satuara” dapat segera dinikmati melalui platform seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube. Ia berharap pesan dari para musisi ini tidak hanya didengar, tetapi juga mempengaruhi tindakan pendengarnya untuk menjaga lingkungan, merawat toleransi, dan meningkatkan kepedulian pada sesama manusia serta ekosistem. **