WARTA SULTENG, — Dalam rangka memperingati enam tahun bencana likuefaksi yang melanda Palu, Sigi, dan , Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengadakan sosialisasi dan fieldtrip bertema “Tangguh Terhadap Bencana Likuefaksi”.

Acara yang berlangsung di Palu, Kamis (19/9). ini sekaligus menjadi momentum peluncuran Pedoman Pemetaan Kerentanan Likuefaksi Indonesia Skala 1:50.000, sebuah panduan yang diharapkan dapat membantu dalam mitigasi bencana likuefaksi di masa depan.

Indonesia, yang berada di jalur pertemuan lempeng tektonik, rentan terhadap berbagai bencana geologi, termasuk bumi dan likuefaksi. Likuefaksi, sebuah fenomena di mana tanah kehilangan kekuatannya akibat guncangan gempa, bisa mengakibatkan kerusakan besar terhadap infrastruktur serta menimbulkan ancaman bagi keselamatan jiwa.

Fenomena ini pernah menyebabkan kerusakan masif di beberapa wilayah, termasuk Palu dan sekitarnya pada tahun 2018.

Dalam kegiatan ini, para narasumber dari berbagai instansi membahas pentingnya pemahaman akan risiko likuefaksi di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang padat penduduk dan rentan terhadap bencana seperti Banda Aceh, Padang, Bengkulu, Yogyakarta, dan Palu. Dr. Ir. Udrekh, SE, M.Sc. dari BNPB serta Dr. Supartoyo, S.T., M.T. dari Badan Geologi menjadi beberapa pembicara utama yang hadir.

Pentingnya Pemetaan Kerentanan Likuefaksi

Peluncuran Pedoman Pemetaan Kerentanan Likuefaksi menjadi sorotan utama dalam acara ini. Panduan tersebut disusun untuk memetakan daerah-daerah yang rentan terhadap likuefaksi dengan skala yang lebih detail, yakni 1:50.000.

Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, A.N., menjelaskan bahwa panduan ini akan menjadi acuan dalam penyusunan peta kerentanan likuefaksi untuk wilayah kabupaten dan , dengan Badan Geologi bertindak sebagai verifikator.

“Melalui pedoman ini, kami berharap dapat mempercepat penyusunan peta likuefaksi di seluruh wilayah Indonesia, sehingga dan memiliki acuan yang jelas untuk langkah mitigasi,” kata Wafid.

Fieldtrip ke Daerah Terdampak

Setelah sesi sosialisasi, peserta yang terdiri dari perwakilan kementerian, lembaga, BUMN, perguruan tinggi, serta media lokal dan , melanjutkan kunjungan lapangan ke daerah Balaroa, Palu, salah satu wilayah yang paling parah terdampak likuefaksi pada 2018.

Fieldtrip ini diharapkan dapat memberikan pemahaman langsung kepada peserta tentang dampak bencana likuefaksi dan pentingnya mitigasi .

Dengan sosialisasi ini, Badan Geologi juga mengajak masyarakat untuk aktif dalam menyediakan data kebencanaan sebagai bagian dari mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana geologi, termasuk likuefaksi.

Panduan yang diluncurkan hari ini diharapkan dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam upaya penataan ruang dan pengelolaan wilayah yang lebih dari bencana.

Acara ini dihadiri oleh sekitar 250 peserta dari berbagai kalangan, menandakan betapa seriusnya perhatian terhadap ancaman bencana likuefaksi di Indonesia. **