WARTA SULTENG, – Aktivitas penambangan emas tanpa izin () semakin marak di sejumlah wilayah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), seperti di Kabupaten Parigi Moutong, Buol, dan di area konsesi PT Citra Palu Minerals (CPM) di Kelurahan dan , Palu.

Berdasarkan data yang diperoleh wartawan, terdapat sejumlah lokasi penambangan ilegal di dalam konsesi PT CPM. Para penambang ilegal menggunakan dua metode utama, yakni sistem perendaman yang memanfaatkan bahan kimia dalam jumlah besar, serta metode manual dengan menggali lubang dan mengolahnya di tromol.

Lemahnya Penindakan Hukum

Maraknya aktivitas ilegal ini diduga karena lemahnya penindakan dari aparat penegak hukum. Sosialisasi yang dilakukan Polresta Palu kepada penambang ilegal di Poboya dan Vatutela dinilai hanya sebatas gertakan.

Kapolresta Palu, Kombes Pol Barliansyah, sempat menyampaikan bahwa setelah sosialisasi, akan dilakukan tindakan penertiban yang direncanakan berlangsung secara humanis. Pada akhir Agustus 2024, ia mengatakan bahwa penertiban akan dilakukan dalam waktu dekat, namun hingga kini tindakan tersebut belum terlihat.

Kasubsi PIDM Humas Polresta Palu, Aiptu I Kadek Aruna, menyatakan pihaknya berkomitmen untuk mengurangi dampak negatif penambangan ilegal melalui sosialisasi dan komunikasi dengan .

DPRD Palu Pertanyakan Transparansi Penindakan

Anggota DPRD Kota Palu, Muslimun, mendukung langkah Polresta Palu dalam pemberantasan PETI di Poboya dan sekitarnya, namun ia mempertanyakan minimnya informasi terkait progres penindakan. Menurutnya, keterbukaan informasi sangat penting agar DPRD dapat menjalankan fungsi pengawasan.

“Kami belum tahu sejauh mana progresnya karena tidak pernah diumumkan ke publik. Jika penertiban dilakukan dengan serius, harus ada publikasi yang jelas,” ujar Muslimun, Selasa (18/09/2024).

Muslimun juga menekankan pentingnya transparansi dan mengingatkan bahwa penegakan hukum tidak boleh hanya menjadi gertakan tanpa aksi nyata. Ia berharap ada tindakan tegas terhadap penambang ilegal, khususnya terkait penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri.

Dampak Lingkungan dan

Aktivitas PETI di Poboya diduga menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dalam proses pengolahan emas. Muslimun menyoroti dampak lingkungan yang dihasilkan oleh penggunaan merkuri, terutama pencemaran air dan tanah yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat sekitar.

“Jika terbukti menggunakan merkuri, harus ada tindakan tegas dari pihak berwenang. Tangkap pelakunya dan hentikan aktivitas tambangnya,” tegasnya.

JATAM: Masih Berlangsung di Dekat Subkontraktor CPM

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah mengidentifikasi empat titik utama aktivitas tambang ilegal di wilayah Poboya dan Vatutela, Kota Palu. Menurut Koordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik, tambang ilegal ini menggunakan sistem perendaman dan tromol, dengan lokasi yang tersebar mulai dari belakang Gong Perdamaian hingga dekat kawasan perkantoran PT AKM, subkontraktor PT CPM.

Taufik mengungkapkan bahwa penambang tradisional yang menggunakan tromol sudah ada sejak 2007/2008 dan masih berlangsung hingga kini. Meski beberapa kali dilakukan penindakan, tindakan tersebut cenderung hanya menyasar pekerja lapangan, sementara pemodal besar dan cukong di balik aktivitas tambang ilegal tersebut tak tersentuh hukum.

“Penggunaan alat berat, bahan kimia, serta perlengkapan lainnya seharusnya bisa menjadi petunjuk untuk mengungkap dalang di balik tambang ilegal ini,” ujar Taufik.

Taufik menekankan bahwa selama para pemodal besar tidak ditindak, aktivitas tambang ilegal akan terus berlangsung, menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih parah. Ia juga mengajak dan kepolisian untuk mencari solusi ekonomi bagi para penambang tradisional agar mereka tidak terus terjebak dalam siklus tambang ilegal. **

Tulisan ini Bagian dari Program Kolaborasi Liputan Kota Palu yang Tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis