Palu, Warta Sulteng –
Media massa memiliki peran strategis dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah serta sektor swasta.
Namun, kekuatan media dalam membentuk opini publik kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan mereka sendiri.
Jurnalis senior Sulawesi Tengah, Yardin Hasan, menegaskan bahwa menjaga integritas adalah prinsip utama dalam praktik jurnalistik.
Dalam Pelatihan Jurnalistik Investigasi dan Liputan Korupsi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulawesi Tengah di Swiss-Belhotel Palu, Senin (17/2/2025), ia mengingatkan bahwa liputan investigatif harus berlandaskan riset mendalam dan bukti yang kuat.
“Liputan investigasi memerlukan waktu, kerja tim, serta metode yang ketat untuk memastikan akurasi dan kredibilitas berita,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa investigasi sering kali sensitif dan berisiko tinggi, karena menyentuh kepentingan berbagai pihak. Oleh karena itu, kerja tim sangat diperlukan untuk menguji fakta serta menyusun laporan yang objektif dan akurat.
Di era digital dan dinamika politik yang terus berkembang, siapa saja kini dapat menciptakan serta memanfaatkan media untuk kepentingan pribadi, seperti membangun citra atau menggiring opini publik.
Fenomena ini melahirkan istilah “media bodrex,” yang mengacu pada media yang tidak mengindahkan kaidah jurnalistik dan lebih mengutamakan keuntungan semata.
Dalam situasi ini, jurnalis dituntut untuk lebih kritis terhadap media semacam itu serta berperan aktif dalam mengedukasi publik agar ruang informasi tetap didominasi oleh kebenaran.
Profesionalisme jurnalis menjadi faktor utama dalam menjaga kepercayaan masyarakat.
Jika berita dijadikan alat pemerasan, hal itu bukan hanya merusak citra media, tetapi juga mengikis kepercayaan publik.
Jurnalis harus berpikir jangka panjang, karena kepercayaan adalah aset utama dalam dunia jurnalistik. Jika publik tidak lagi mempercayai media, maka berita yang disampaikan tidak akan memiliki nilai, yang pada akhirnya mempengaruhi keberlangsungan media itu sendiri.
Selain integritas, Yardin juga menekankan bahwa jurnalis harus memiliki intuisi yang tajam.
Publik memiliki ekspektasi tinggi terhadap media untuk menyajikan informasi yang akurat dan berimbang.
Intuisi yang kuat memungkinkan jurnalis untuk memilah informasi, memahami konteks berita, serta menggali fakta-fakta tersembunyi yang mungkin tidak terungkap di permukaan.
“Jurnalis juga harus memiliki jejaring yang luas. Sumber informasi yang kredibel sering kali berasal dari berbagai pihak, dan membangun hubungan baik dengan sumber berita merupakan elemen penting dalam praktik jurnalistik,” tambahnya.
Di tingkat global, upaya membungkam media independen juga menjadi isu serius. Misalnya, penghentian pendanaan USAID oleh pemerintahan Donald Trump berdampak signifikan terhadap kelangsungan media independen di Amerika Latin, yang pada gilirannya mengancam kebebasan pers dan akses informasi bagi masyarakat.
Oleh karena itu, jurnalis harus tetap berpegang pada Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalistik. Dengan menjaga integritas, profesionalisme, intuisi yang tajam, serta jaringan yang luas, media dapat terus menjadi pilar demokrasi yang kuat dan terpercaya. (*/Od)