PALU, WARTA SULTENG –
Forum Jurnalis Sulawesi Tengah menggelar diskusi panel bertema “Strategi Mengatasi Pembenahan Tata Kelola Lingkungan, Krisis Iklim, Energi, dan Ruang Masyarakat Adat” Selasa (19/11/2024).
Acara ini melibatkan organisasi jurnalis seperti AJI Palu, IJTI Sulteng, AMSI Sulteng, dan PFI Palu, serta bertujuan menguji komitmen calon kepala daerah dalam mengatasi krisis lingkungan dan melindungi hak masyarakat adat.
Kepala Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Lore Lindu Bariri, Asep Firman Ilahi, menjelaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menghadapi perubahan iklim.
“Sejauh ini, Sulawesi Tengah mencatat tren kenaikan suhu di atas rata-rata normal. Hingga 2023, suhu di Palu, Poso, dan Tolitoli mencapai lebih dari 39 derajat Celsius,” katanya.
Ia juga menyebut peningkatan frekuensi hujan deras sejak 1970-an yang disebabkan aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan pembabatan hutan.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kamalisi, Demus Y. Paridjono, menyoroti dampak kebijakan sepihak yang mempersempit ruang hidup masyarakat adat.
“Kasus di Salena, Kota Palu, dengan empat izin tambang, hingga konflik lahan 280 hektare di Dolo Barat menunjukkan lemahnya perlindungan hak masyarakat adat. Kami memohon agar pemimpin mendatang mendorong Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat,” ujarnya.
Pegiat sosial, Arianto Sangaji, menegaskan pentingnya transisi energi bersih untuk mengurangi dampak buruk aktivitas tambang.
“Siapapun yang terpilih nanti harus mendorong penghentian PLTU batubara. Dampaknya buruk bagi warga sekitar dan memperburuk kondisi iklim,” katanya.
Para panelis juga menyampaikan pertanyaan tajam kepada calon gubernur. Minnie Rivai, jurnalis Mongabay, mempertanyakan strategi penguatan pengawasan tambang di tengah bencana dan deforestasi. Yardin Hasan, jurnalis lain, menyoroti ancaman terhadap masyarakat adat, seperti yang dialami Suku Wana yang tanahnya diokupasi perusahaan tambang.
Sementara itu, Basri Marzuki meminta calon pemimpin merancang strategi agar industri nikel beralih dari PLTU batubara ke energi bersih. Mohamad Iqbal, Ketua AMSI Sulteng, mengingatkan bahwa laju deforestasi yang tak terkendali memperparah krisis iklim di Sulawesi Tengah.
“Pemimpin daerah harus mampu memilih antara godaan investasi atau perlindungan hutan yang lebih berkelanjutan,” tegasnya.
Selain isu lingkungan, perlindungan kebebasan pers juga menjadi perhatian. Rahman Odi dari IJTI Sulteng menekankan pentingnya kebebasan berekspresi sebagai wujud partisipasi publik dalam pemerintahan.
Ahmad Ali, satu-satunya calon gubernur yang hadir, menyatakan komitmennya untuk memperbaiki tata kelola lingkungan dan mendukung hak masyarakat adat.
“Ke depan, kewenangan pengawasan harus diberikan kepada pemerintah daerah. Tidak ada jalan lain selain penindakan tegas agar kegiatan berbasis lingkungan dapat berjalan,” ujarnya.
Ia juga berjanji mendorong hilirisasi industri menggunakan energi bersih serta membuka dialog rutin dengan jurnalis dan masyarakat. Diskusi yang berlangsung hampir dua jam itu diakhiri dengan penyerahan bibit pohon eboni, simbol pelestarian lingkungan, kepada Ahmad Ali.
Ia juga menandatangani Pakta Integritas yang memuat komitmen untuk melindungi lingkungan, menurunkan emisi karbon, mendukung hak masyarakat adat, dan menjamin kebebasan pers.
“Kami berharap isu lingkungan mendapat perhatian lebih dalam Pilkada Sulteng 2024, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat dan kapasitas jurnalis,” ujar Ketua AJI Palu, Agung Sumanjaya.
Diskusi ini diselenggarakan dengan dukungan Yayasan Cerah Indonesia, Kaoem Telapak, AMAN Sulteng, dan KOMIU. Forum jurnalis telah mengundang semua calon gubernur, namun hanya Ahmad Ali yang hadir.**